​Peserta PKU Kaltim Menjawab Tantangan Zaman – Program Kaderisasi Ulama
Berita

​Peserta PKU Kaltim Menjawab Tantangan Zaman

Alhamdulillah, workshop Program Kaderisasi Ulama (PKU) X Unida Gontor utusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Timur sudah memasuki masa-masa akhir. Hari sabtu tanggal 11 Februari rombongan yang berjumlah 40 orang ini melaksanakan seminar di Pondok Pesantren Nabil Husain Samarinda. Sekitar pukul 02.00 siang rombongan diterima langsung oleh pengasuh pesantren,  Ustadz Abdul Ghafur.

Dalam sambutannya, Ustadz Ghafur menyambut baik dan bangga telah dikunjungi oleh para peserta PKU dalam rangka mempresentasikan makalah yang telah mereka tulis selama di Universitas Darussalam Gontor dalam waktu 6 bulan. Dia juga berpesan untuk selalu memegang teguh ajaran Islam. “Sekarang Islam tengah diuji dengan munculya tantangan-tantangan pemikiran yang berusaha mendekonstruksi ajaran Islam seperti merebaknya faham liberalisme. Untuk itu, kita dituntut untuk mengkaji kembali ajaran Islam secara komprehensif.” Ujarnya seraya berpesan untuk selalu memperkuat persatuan antar umat Islam.

Sambutan lain juga disampaikan oleh Murjani, S. Ag., M. H. yang menjadi pendamping sekaligus pembimbing para peserta PKU. Dia sangat bangga karena telah menjadi bagian dari proses para peserta PKU menuju cita-cita menjadi garda terdepan dalam menegakkan Islam. Dia berpesan kepada para peserta PKU dan para undangan yang terdiri dari para santri untuk menyelaraskan tiga hal fundamental dalam Islam. Yaitu iman, ilmu, dan amal. “Sinergi yang lahir dari implementasi iman, ilmu, dan amal adalah pengejawantahan seorang muslim sejati. Ketiganya akan membawa Islam menuju kejayaan yang gilang-gemilang.” Para hadirin bertepuk tangan mendengar hal itu.

Sambutannya kemudian ditutup dengan pesan bagi seluruh generasi muda muslim untuk selalu kembali ke ajaran Islam manakala ada pemikiran-pemikiran liberal yang terkesan indah tapi merusak aqidah.

Dalam workshop yang dikemas dalam seminar pemikiran dan peradaban islam tersebut terdapat tiga pemateri yang masing-masing menguji penelitiannya. Presentasi pertama dimulai dari problem tentang aliran Syiah mengenai perbedaan konsep ibadah shalat antara syiah dan sunni yang dibawakan oleh Zanuddin Zailani. Menurutnya, terdapat beberapa perbedaan shalatnya orang syiah dan sunni. “Syiah membolehkan pengikutnya shalat di tempat yang najis bahkan telanjang pun tidak masalah. Bandingkan dengan sunni yang mengharuskan shalat di tempat yang suci serta berpakaian yang menutupi aurat.” “Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat ditolerir karena telah menyimpang dari cara shalat yang telah diajarkan oleh Rasulullah.” Tambahnya.

Presentator kedua, Rifqah Zahara, mencoba mengkaji pandangan kaum feminis tentang adanya hadits-hadits yang menurut mereka misoginis. Sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa, mengutip pendapat Fatimah Mernisi, terdapat hadits yang berisi kebencian laki-laki terhadap perempuan. Salah satunya menurut Mernisi, yaitu hadits yang menyatakan bahwa akal perempuan lemah. Padahal, hasil kajiannya tidak mengatakan seperti itu. “Hadits tentang lemahnya perempuan itu shahih dan asbabun nuzulnya waktu itu nabi tengah menasihati perempuan yang tengah berkumpul pada waktu lebaran. Tau kan apa yang dilakukan para perempuan jika tengah berkumpul?” Pungkasnya sambil melempar pertanyaan kepada para audien. Presentasinya ditutup dengan kesimpulan bahwa tidak ada hadits misoginis dalam islam.

Presentasi ditutup oleh Itsna Lutfia Agustina yang mengkaji salah satu mukjizat alquran tentang perbedaan makna Annisa dan Imra’ah. Hasil penelitiannya menyebutkan kata annisa disebutkan sebanyak 57 kali dalam alquran, sedangkan kata imra’ah disebut 26 kali. Terdapat beberapa makna dari kedua lafadz tersebut. Annisa’ bisa bermakna perempuan yang butuh perlindungan; shalihah dan taat kepada Allah; ladang kaum laki-laki; serta perempuan yang wajib menutup aurat. Sedangkan Imra’ah bisa berarti lemah iman; bekerja di luar rumah; hamil dan melahirkan; serta berhak terhadap harta warisan.

“Dengan mengetahui perbedaan arti kedua lafadz tersebut dalam alquran, diharapkan kita memahami hak serta tugas-tugas seorang perempuan yang sejalan dengan tuntutan islam.” Tutupnya. (Syafi’ie, Peserta PKU X utusan MUI Kaltim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *