Review Trailer Film The Santri – Program Kaderisasi Ulama
Berita

Review Trailer Film The Santri

Oleh: Agus Riyadi

pku.unida.gontor.ac.id– Secara etimologis, pesantren berasal dari kata dasar ‘santri’ yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang berarti menunjukkan makna tempat. Artinya pesantren adalah tempat tinggal santri. Sementara terdapat sejumlah teori yang menjelaskan asal-usul kata santri. Pertama, berasal dari kata sashtri, bahasa sanskerta yang artinya melek huruf. Kedua, berasal dari cantrik, yang berarti seseorang yang selalu mengikuti guru ke mana guru pergi menetap. Ketiga, berasal dari bahasa India yang bermakna orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau ilmu pengetahuan. Sedangkan kata pondok berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti asrama, rumah, hotel atau tempat tinggal sederhana. Secara umum, sebagian besar teori yang menjelaskan tentang pesantren selalu bersifat physical oriented.

Terdapat lima elemen pokok pesantren yaitu: kyai, santri, masjid, pondok dan kitab-kitab Islam klasik. Padahal, secara faktual, sesungguhnya kehidupan pesantren memiliki keragaman dan dinamika yang sangat variatif, sejalan dengan sosial budaya masyarakat tempat pesantren berada. Pesantren secara isṭilahy sesungguhnya tidak sesederhana seperti yang teridentifikasi dengan adanya kyai, santri, maupun masjid. Karena konsepsi dasar dari kategori kyai dan santri saja sampai sejauh ini masih bersifat multi-interpretable. Apalagi, jika menelusuri kondisi pesantren dengan sekian banyak dan kompleks varian dan dinamikanya, baik secara fisik, kultur, pendidikan, maupun kelembagaannya. Selain itu, kategorisasi yang tidak didasarkan pada hakikat intrinsik dari suatu objek merupakan tindakan simplifikatif, reduktif bahkan distortif.

Baca juga : Klaim Agama Asli Indonesia

Singkatnya, pesantren sejatinya adalah suatu lembaga atau institusi pendidikan yang berorientasi pada pembentukan manusia yang memiliki tingkat moralitas keagamaan Islam dan sosial yang tinggi yang diaktualisasikan dalam sistem pendidikan dan pengajarannya. Maka orientasi gerak dan pengajaran ilmu-ilmu agama, sosial maupun eksak di pesantren adalah tidak lebih dari sebuah proses pembentukan karakter (character building) yang Islami.

Dewasa ini banyak kajian modern yang mencoba memahami Islam hanya sebatas agama, bukan sebagai pandangan hidup. Walhasil, Islam yang tadinya mencakup seluruh aspek kehidupan, yang kaya akan konsep-konsep seperti konsep Tuhan, konsep ilmu, konsep manusia, dan lain-lain, direduksi menjadi aspek ritual ibadah saja. Tidak boleh ada agama dalam pendidikan, politik, seni, dan lain lain. Agama cukup disimpan di masjid. Jelas, pemikiran seperti ini lahir karena worldview yang digunakan bukan cara pandang (worldview) Islam. Pemikiran ini kemudian mendasari tindakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk membuat film atau menjadi sutradara. Jika di level pemikiran sudah tidak benar, maka ada kemungkinan tindakannya akan ikut terpengaruhi. Sehingga Worldview memegang peranan penting dalam menentukan pemikiran seseorang.

Film yang akan dirilis Oktober ini mengulas nilai dan tradisi pembelajaran di pondok pesantren yang mandiri, sederhana, toleran, dan cinta Tanah Air. Ia juga akan menceritakan intoleransi hingga terorisme. Tetapi seiring setelah trailer film ini muncul, juga menjadi kontroversi di berbagai macam kalangan, tokoh, ormas dan lain sebaginya sehingga terjadi fenomena pro-kontra terhadap film ini di masyarakat.

Terdapat beberapa kritik yang muncul setelah trailer tayang, diantaranya; Pertama, Pengaruh Worldview Barat. Dalam trailer film tersebut sutradara Livi Zheng, terpengaruh dengan pemikiran Barat, sehingga thouching dan feelingnya dalam memaparkan kehidupan santri sangat kurang. Hal ini terlihat dari adegan kehidupan santri yang diperagakan dan nilai-nilai yang terkandung dalam film. Salah satu adalah, menjadikan Amerika sebagai satu-satunya kiblat pusat peradaban yang maju, selain itu juga terkesan mengedepankan negara kemudian agama. Jika yang akan disampaikan melalui film adalah soal santri, maka cara pandang yang melandasi dalam pembuatan film pun harus islami, sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang diajarkan di Pesantren.

Kedua, Merusak nilai-nilai kesantrian. Disebabkan karena worldview yang digunakan dalam membuat film tersebut bukan worldview Islam, berimplikasi terhadap esensi santri dan mereduksi makna santri. Santri yang sejatinya adalah orang yang berpegang teguh dengan tali Allah yang kuat, mengikuti sunnah Rasulullah, dan teguh pendirian dalam menjalankan syariat, ternyata trailer film The Santri tidak mencerminkan hal itu. Terbukti dengan ditayangkannya adegan-adegan yang kurang baik dalam kehidupan kesantrian, seperti berdua-duaan atau ikhtilat antara santriwan dan santriwati.

Baca juga : Ilmu Mantiq; Alat Jitu untuk Berdialog

Jika kebutuhannya untuk gambar yang mencerminkan interaksi antara santriwan dan santriwati, maka seharusnya ikhtilat tersebut dijaga sebagaimana santri pada hakikatnya. Selain itu pula terdapat adegan seorang santriwati memberi kode kepada lawan jenis. Ditambah dengan adegan santriwati yang tidak memakai kaos kaki atau stocking, padahal itu termasuk aurat. Seorang santriwati seharusnya menutup auratnya.

Ketiga, mengandung ajaran toleransi kebablasan. Dalam trailer film ini, ada adegan dua santri masuk ke dalam gereja dengan membawa tumpeng. Hal ini sangat kontradiktif dengan ajaran Islam. Melihat dari perilaku Nabi bahwa beliau SAW tidak mau masuk ke dalam tempat yang di dalamnya ada patung berhala. Hingga, dalam mahzab syafi’i hukum masuk ke dalam rumah ibadah yang di dalamnya ada berhala adalah haram. Jika dalihnya adalah toleransi, maka toleransi yang benar adalah membiarkan orang kafir melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianutnya dan tidak boleh diganggu. Jika seorang muslim masuk ke kereja dengan alasan toleransi, maka secara teologis, toleransi ini kebablasan. Karena dalam pandangan Islam, toleransi (tasamuh) hanya ada dalam aspek sosiologis bukan aspek teologis. Secara teologis Islam mengajarkan “lakum dīnukum waliyadīn”. Wallahu A’lam bisshawab.[]

Penulis adalah alumni program kaderisasi ulama (PKU IX) Unida Gontor
Rep. Eko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *