Madinah Al-Munawarah Contoh Dalam Mengentaskan Kesenjangan Sosial – Program Kaderisasi Ulama

Madinah Al-Munawarah Contoh Dalam Mengentaskan Kesenjangan Sosial

Oleh : Nur Fauzi RF/Peserta PKU 14

 

Kemerdekaan adalah anugerah yang besar bagi bangsa Indonesia setelah hidup dalam kekangan penjajahan kolonialisme bertahun-tahun oleh berbagai bangsa barat. Dengan umur kemerdekaanya yang akan menapaki 75 tahun, Indonesia adalah bangsa yang masih muda dalam melihat modernitas dunia ini. Dalam umurnya yang masih muda itu bangsa Indonesia menghadapi permasalah-permasalahan dalam membangun anak bangsa yang lebih sulit dari meraih kemerdekaan itu.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi kini adalah kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi yang tidak seimbang dalam kehidupan sosial masyarakat, dimana terjadi ketidakadilan atau ketidaksetaraan distribusi hal-hal yang dianggap penting dalam suatu masyarakat.

Menerawang kondisi masyarakat Indonesia kini, didapati beberapa femonema yang muncul akibat kesenjangan sosial. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat pada pendidikan dalam membentuk kualitas dan keterampilan diri. Kedua, terjadinya pemusatan kekayaan pada segelintir orang. Lalu, pengembangan daerah-daerah tertinggal yang lambat dan memprioritaskan daerah-daerah utama. Kemudian, kualitas dan produktifitas tenaga kerja rendah yang mengakibatkan upah kerja pun rendah.

Fenomena-fenomena kesenjangan ini akan membahayakan stabilitas bila tidak diurai dengan penuh perhatian dan bijak. Dalam kaitannya, kesenjangan sosial dapat mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat dalam kondisi ini memiliki pendapatan rendah serta kesempatan mendapatkan falititas pengembangan yang sempit. Dampak dari kemiskinan dan pengangguran ini adalah kecemburuan yang mengarah kepada masyarakat yang mimiliki kondisi lebih prima dan pada akhirnya akan meningkatnya angka kriminalitas.

Kondisi ini diperparah lagi dengan kurangnya kesadaran spiritualitas bangsa. Sebagian kecil dari warga bangsa berkeadaan lapang ini bermental serakah dan tunapeduli terhadap warga bangsa yang terpinggirkan dan termiskinkan akibat kebijakan yang cenderung memihak mereka yang menguasai aset strategis bangsa. Sedang masyarakat berekonomi rendah cenderung memilih jalan pitas dalam memenuhi hajat hidup dengan melakukan tindak kriminal disertai justifikasi dengan keadadaan yang diderita.

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sudah membuktikan bahwa negeri yang adil makmur, sejahtera, dan bahagia lahir dan batin terwujud di Madinah. Negara ideal ini tidak sekedar utopia tetapi benar-benar dapat diwujudkan secara bersama-sama, termasuk hidup berdampingan secara harmoni dan toleransi dengan komunitas lain. Sikap peduli, saling empati dan simpati, gemar menolong dan berbagi kepada sesama, terbangun dalam masyarakat negara Madinah ini.

Baca Juga: Belajar dari Turki

Karakter Negara Madinah

Negara Madinah yang Nabi Muhammad SAW dan para sahabat bangun memiliki karakter-karakter yang semestinya bisa dicontoh dan diterapkan untuk mengurai permasalahan kesenjangan sosial bangsa ini. Berikut ini karakter-karanter dari negara Madinah Nabi Muhammad SAW.

  1. Negeri yang bersaudara

Konsep persaudaraan adalah konsep mendasar peradaban islam. Kebijakan Rasulullah SAW setelah hijrah adalah mempersaudarakan ummat islam dari muhajirin dan anshor. Persaudaraan disini bukan hanya persaudaraan dalam arti nasab tapi adalah persaudaraan iman, yang mampu menghancurkan batas teritorial, faham, golongan ataupun yang lainya. Sehingga ummat ketika itu satu sama lain sangat kuat, rela dan ikhlas dalam membantu saudaranya, sehingga negeri Madinah penuh dengan kedamaian dan cinta.

  1. Konstitusi yang damai

Kontitusi adalah salah satu unsur negeri madinah, dengan konstitusi madinah dapat mendamaikan beberapa konflik dan sengketa baik para qobilah yang ada ketika itu ataupun hubungan ummat islam dengan ummat non-Islam. Dengan konstitusi inilah Madinah dan sekitarnya benar-benar menjadi terhormat bagi seluruh penduduknya.

  1. Kesetaraan bagi semua warga

Negara Madinah adalah negara yang memberikan jaminan keamanan kepada kelompok minoritas (zimmi) dengan nyawanya sendiri. Beliau samai menekankan bahwa siapa yang menganiaya kelompok minoritas tersebut maka telah menganiaya Rasulullah juga. (Sahih Bukhori, 6951). Tidak ada perbedaan status hak dan kewajiban antara orang Arab dan non-Arab, pendatang dan penduduk asli madinah. Semua diperlakukan sama di depan hukum dan sebagai warga Negara dengan hak dan kewajiban masing-masing.

  1. Pemerataan pendidikan

Rasaullah SAW sangat memperhatikan pendidikan dalam membangun Madinah. Ketika usai perang badar, 70 orang Quraisy yang menjadi tawanan, diberikan tebusan bebas dengan mengajarkan ilmu baca tulis terhadap 700 anak muslim, dan angka ini terus membesar karena masing-masing mereka mengajarkan kepada yang lainya, sehingga buta huruf bisa diselesaikan dan kegiatan keilmuan dimulai ketika itu.

 

  1. Ekonomi yang mensejahterakan

Kekuatan suatu Negara tidak dapat dipisahkan dari pengaturan system ekonomi untuk mensejahterakan warganya. Ada beberapa langkah strategis dalam penanggulangan ekonomi ini, yang pertama adalah melarang riba, gharar (menipu), ihtikar (penimbunan) dan tadlis (penyembunyian).

  1. Keadilan Hukum

Hukum yang diterapkan pada negara Madinah, memiliki karakter yang sangat sempurna, diantaranya adalah, rabbaniyah (bersandar pada nilai ketuhanan), tadarruj (bertahap), ‘umum (general), ideal dan realistis, washitiah (moderat), murunah (flexible), ‘adalah (adil), rof’ul haraj (tidak sukar), qillatu al-taklif (meminimalisir kewajiban hukum), jalbu al-mashalih (menarik maslahat), takammul/syumul (comprehenshive). Karakter-karakter itulah yang telah mengantarkan keadilan ke dalam negara Madinah, sehingga terjadi kehidupan yang seimbang serta tidak ada kesenjangan antara pihak elit ataupun masyarakat biasa.

Baca Juga: Syi’ah Imamiyah; Konsep Ghaibah Imam (Studi Analisis Kritis)

Karakter diatas adalah karakter negara yang disebut baldatun thoyibatun warobbun ghofur, karakter yang sangat universal, dan berlandaskan pada nilai bukan formal, berlandaskan pada tauhid bukan pada matrialisme. Konsep dengan karakter universal itulah yang selayaknya diaplikasikan untuk mengurai permasalahan kesenjangan sosial ini.

Perlu dipahami pula bahwa baldah thayyibah adalah merupakan hasil dari perilaku ummat yang tunduk patuh kepada Allah SWT melalui kekuatan spiritualitas sehingga membuka pintu kebaikan atas negerinya dan bangsanya.

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *